Pentingnya Akta Kelahiran bagi Anak-Anak Panti Asuhan

Oleh : Paschasius HOSTI Prasetyadji

Pneliti Senior Institut Kewarganegaraan Indonesia

Sumbangsih pemikiran

dalam Munas Forum Komunikasi Panti Asuhan 2018

di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan

Jalan Sanjaya 27, Jagalan, Muntilan

 

 

 

 

  1. Secara Umum, Pemerintah Indonesia masih menghadapi beberapa persoalan mendasar terkait kependudukan dan pencatatan sipil, terutama terhadap anak-anak yatim piatu, dan khususnya bagi anak-anak yang tidak diketahui orang tuanya.

 

 

 

 

 

 

 

Yayasan IKI didirikan 11-8-2006 sebulan setelah disahkan UU Kewarganegaraan No 12/2006 tanggal 11-7-2006, oleh para tokoh yang concern terhadap persoalan  kewarganegaraan.

Tujuannya a.l. untuk mengawal pelaksanaan UU tersebut di lapangan.

 

 

Para Pendiri IKI antara lain:

 

Penasehat – Prof Dr Hamid Awaludin

Pembina – Murdaya Poo, Anthoni Salim,

Osbert Lyman, Lukman Hakim

Saifuddin

Pengurus – Franciscus Welirang, KH Saifullah

Ma’shum, Indradi Kusuma, Leopard

Lyman, Karuna Murdaya,

Axton Salim

 

 

 

Terkait Akta Kelahiran, sudah lebih dari 300.000 IKI telah membantu penerbitan akta kelahiran warga masyarakat di beberapa daerah: Tebing Tinggi, Batam, Tanjung Balai Karimun, Sungai Liat Bangka, Sambas, Singkawang, Tangerang Raya, Lebak, Serang, Bekasi, Bogor, Banyumas, dll.

Termasuk anak-anak Yatim-Piatu di Panti Asuhan.

 

 

  1. Anak-anak yatim piatu dijamin dan dilindungi oleh:
    • Pasal 34 UUD 1945 menyatakan bahwa, “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.

Dengan jaminan UUD 1945, maka anak-anak terlantar yang tinggal di Panti Asuhan yang tidak diketahui orang tuanya, Pemerintah wajib memberikan dokumen jatidiri yaitu akta kelahiran sebagai Hak Dasar.

  • Pasal 53 UU No 39/1999 tentang HAM, yang menegaskan bahwa, “setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan”.
  • Pasal 5 UU No 23/2002 Jo UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak, menegaskan bahwa, “setiap anak berhak atas suatu Nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”.

 

 

  1. Terbitnya UU No 24/2013 sebagai Revisi UU No 23/2006, menjadi tonggak pembaharuan Pencatatan Sipil, Stelsel Aktif yang sebelumnya ada pada penduduk, maka oleh UU No 24/2013 dirubah menjadi Stelsel Aktif di Pihak Negara/Pemerintah.

 

Artinya: Negara/Pemerintah bertanggung jawab terhadap kepemilikan Akta Kelahiran bagi setiap Warga Negara Indonesia.

 

 

 

 

 

 

  1. Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya No 18/PUU-XI/2013, mengingatkan kepada Pemerintah bahwa, “seseorang yang tidak memiliki akta kelahiran, secara de jure keberadaannya tidak dianggap ada oleh Negara”.

 

 

 

 

 

 

  1. Siapa Warga Negara Indonesia ?

Pasal 4 huruf (k) dalam UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia menegaskan bahwa, “Anak yang lahir di wilayah Negara RI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya, adalah Warga Negara Indonesia”.

 

UU Kewarganegaraan ini menganut Asas Perlindungan Maksimum.

Artinya: Pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap WNI dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.

 

 

 

 

  1. Kondisi di lapangan:

 

Banyak anak-anak Panti asuhan dalam kondisi sakit dan harus mendapatkan perawatan medis, namun ketika mau mengurus BPJS mereka kesulitan karena tidak memiliki Akta Kelahiran sebagai syarat utamanya.

 

 

 

 

  1. DULU – Sebelum Permendagri No 9/2016

 

Sejak NKRI berdiri sampai awal 2016, praktis anak-anak panti asuhan yang orang tuanya tidak diketahui, mengalami kesulitan mengurus Akta Kelahiran.

Kendala utama adalah persyaratan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Kepolisian yang merujuk Pasal 28 UU No 23/2006.

 

Sementara BAP adalah turunan dari KUHP, yang diterbitkan untuk perkara Pidana.

 

 

 

 

 

  1. SEKARANG – Setelah Terbit Permendagri No 9/2016 tentang:

Percepatan Peningkatan Cakupan

Kepemilikan Akta Kelahiran.

 

Pasal 3 ayat 2 huruf b dalam peraturan ini memberikan angin segar kepada anak-anak Indonesia khususnya  anak-anak yatim piatu yang tidak diketahui orang tuanya untuk dapat membuat akta kelahiran.

 

 

 

 

 

 

Peraturan ini menegaskan bahwa, “pencatatan kelahiran anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya dilakukan dengan menggunakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) kebenaran data kelahiran yang ditanda-tangani oleh Wali atau Penanggung Jawab”.

 

 

  1. Terbitnya kebijakan ini telah membantu anak-anak Panti asuhan khususnya di Kota Tangerang Selatan sehingga memiliki akta kelahiran.
    • PA Abhimata
    • PA Mekar Lestari
    • PA Pintu Elok
    • PA Suaka Kasih Bunda
    • PA Tunas Mahardika
    • PA Padang Gembala – Stella Maris

 

 

 

 

  1. Namun kebijakan Pemerintah ini kurang disosialisasikan ke daerah, akibatnya belum semua Pejabat Daerah memahami, dan anak-anak Panti di daerah tetap kesulitan mendapatkan akta kelahiran.

 

Contoh PA Roslin yang diasuh oleh Budi Soehardi dan Rosalinda Panagia Maria Lakusa isterinya, di Kupang.

 

 

 

 

 

  1. CONTOH:

Persyaratan Mengurus Akta Kelahiran bagi Anak Panti Asuhan di Dinas Dukcapil Kota Tangerang Selatan:

 

  • Akta Pendirian Yayasan / Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga;
  • Ijin Domisili Yayasan;
  • NPWP Yayasan;
  • Surat Tanda Daftar Yayasan (Dinas Sosial);
  • KK & KTP orang yang ditunjuk, tinggal di Panti (masuk lokasi Panti);
  • Surat Kuasa Yayasan kepada Kepala KK yang ditunjuk;
  • KTP Ketua Yayasan, Sekretaris Yayasan, & Bendahara Yayasan;
  • Daftar Anak;
  • Biodata anak Panti yang menyebutkan Kronologis Sejarah setiap Anak, dari saat penerimaan, disertai Photo, ditanda-tangani Ketua Yayasan dan Kepala Panti;
  • Photocopy Rapor Anak (SD, SMP, SMA) – kalau ada;

 

 

 

 

  1. CONTOH-Contoh Formulir yang perlu dilengkapi : Terlampir

 

 

 

 

 

 

Jakarta, 6 Maret 2018

 

Paschasius Hosti Prasetyadji

Peneliti Senior Yayasan Institut Kewarganegaraan Indonesia

 

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *